Cipanas (sekarang) |
Selepas asyiknya bermain air di kolam pemandian air panas "cipanas" di kaki gunung galunggung kami segera mencari tempat yang enak untuk beristirahat, mushola adalah alternatif tempat yang bisa digunakan untuk berlindung dari dinginnya hawa pegunungan dan tanpa bermaksud menghilangkan fungsi yang sebenarnya kami memohon izin pada yang Maha Kuasa untuk dapat memejamkan mata dan menanti perjalanan berikutnya di tempat itu.
Tak terasa waktu menunjukkan pukul 01.00 WIB , kami bergegas bangun dan berkumpul dengan mata masih sedikit berat. Briefing pun dilakukan untuk merencanakan perjalanan menuju puncak/kawah galunggung, satu persatu langkah kaki pun mulai terdengar dalam kesunyian kaki galunggung yang terdengar hanya binatang malam menemani perjalanan kami, dimulai dari meloncati pintu pembelian karcis (karena masih tutup dan tiadk ada penjaga) hingga menyusuri jalan setapak dan sungai kecil. Perjalanan terasa menyeramkan, disamping diantara kami belum pernah ada yang melakukan pendakian ke gunung tersebut apalagi dimalam hari, ketika itu belum ada jalan aspal seperti sekarang ini jadi kami terpaksa mengikuti jalur setapak yang telah dibuat oleh para pendaki sebelumnya, peralatan yang kurang memadai terutama dalam hal penerangan memaksa kami meraba-raba jalur pendakian, kami merasakan seolah-olah dikanan kiri jalur kami adalah jurang yang curam kadang seperti hutan yang sangat lebat sekali dan jarak pandang kurang lebih berjarak 5 meter karena kabut terus mengikuti kami.
Pukul 3 pagi kami sudah sampai di kaki kawah gunung galunggung, hamparan pasir hitam yang mengelilingi kawah (sekarang ada tangga dan ditumbuhi pohon) telah menunggu didepan mata dan kabut masih saja mengikuti di atas kepala kami. Pendakian diatas pasir hitam ini yang membuat tenaga kami terkuras habis, setiap kali kami melangkah naik kemungkinan besar jarak langkah kami berkurang karena akibat tekanan kaki bagian depan dan dalamnya pasir sehingga badan kami pun sedikit kembali ke belakang...haduuh capeknya....
Tangga menuju kawah (sekarang) |
Ada satu cerita yang sangat menarik dihamparan pasir ini, ketika sohib "mang Emad" sudah tak mampu lagi mendaki karena kehabisan tenaga diapun menyerah kepada kekuatan alam, dengan sangat kelelahan ia pun memutuskan untuk beristirahat saja namun kami tak tega meninggalkan teman sendirian, kami pun membantu pendakiannya dan tas gendongnya saya yang pikul, hhmmhhh....dengan perjuangan kebersamaan akhirnya kami pun sampai di bibir kawah gunung galunggung setelah satu jam bergelut dengan pasir. Sesampainya di bibir kawah kami menghangatkan diri dengan berbagai macam cara, ada yang melakukan push up dan ada yang teriak-teriak, tak lama kemudian kami pun membentuk tumpukan dengan diri kami semua biar badan lebih hangat.....haha...kayak tumpukan ikan asin, tapi lumayan efektif kami pun tidak merasa kedinginan lagi. Hari minggu pukul 6 pagi kami terbangun, dengan kondisi masih kedinginan kami bertayamum dan melaksanakan ibadah shalat shubuh kemudian melakukan lari-lari kecil untuk menghangatkan tubuh sambil menunggu kedatangan sang surya.
Pagi tlah tiba kami pun bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan, tujuannya adalah kawah gunung galunggung dan air terjun. Mengambil jalur kanan bibir kawah kami menyusuri terjalnya medan, tanpa terasa kurang lebih satu jam perjalanan kami sampai di kawah gunung galunggung, tenda pun langsung dipasang dan kegiatan masak-memasak pun tidak ditunggu lama lagi, kompor kecil milik "mang acing" plus parafin serta mie instan dan beras langsung digelar.
Adalah pengalaman pertama ketika harus membuat kopi susu, masak nasi dan mie instan dengan air kawah disertai semilir angin yang meniup dari arah tengah kawah, hhh.....serasa di pantai saja. Namun ada hal yang tak mudah dilupakan, karena rasa kopi, mie dan nasinya begitu tidak bersahabat di lidah....rasanya gak karuan..!! mungkin karena air kawah tersebut mengandung belerang jadi rasanya ya begitulah kira-kira.....gak enak banget. Setelah puas memanjakan diri di kawah kami mencoba menyusuri asal aliran sungai kecil disekitar tenda, terus dan terus akhirnya kami menemukan air terjun yang katanya ada di kawah itu, dan memang ada, tanpa fikir panjang kami pun melepaskan pakaian dan bermain air terjun di antara bebatuan. Siang menjelang kamipun bersiap diri untuk kembali, merapihkan tenda dan peralatan memasak kemudian cabuut.....!! di sela perjalan pulang diantara ilalang di pinggir air kawah kamipun menyempatkan diri untuk berfoto, dengan gaya masing-masing yang super culun membuat kenangan terindah pada saat itu terus menempel di memori otak saya...haha, sungguh masa-masa yang teramat sangat indah bersama sahabat.
Babeh, Ibeng, (temen Dheni A, lupa namanya), Dheni A, Saya, mang Aken, mang Acing dan mang Emad kebagian yang motonya, itulah personil pendakian pertama kami di gunung galunggung. Selanjutnya kami sering mengikuti hiking yang diselenggarakan oleh Pencinta Alam Napak Rimba SMA 2 Tasikmalaya dan gunung syawal ciamis adalah rute pendakiannya.
Informasi yang masih menempel di memori saya setelah pendakian itu sampai sekarang adalah ada sebagian sohib yang masih suka mendaki, termasuk saya pribadi, dimulai dari saya ketika Aliyah pernah mendaki gunung papandayan dan gunung cikurai di garut. Iyus "Babeh" mendaki beberapa gunung di daerah Serang dan Cilegon kalau tidak salah gunung karang namanya, sedangkan sohib yang satu lagi memang keranjingan sama kegiatan tersebut, ialah Acep "mang acing" dia sengaja masuk SMA 2 Tasikmalaya karena ingin menjadi anggota PA Napak Rimba dan ternyata memang terbukti, sejak itu sohib yang satu ini sering "naik" ke tempat-tempat yang tinggi, maaf kalo salah fren, gunung di pulau jawa sudah di"naikin" semua plus gunung rinjani di Lombok NTB...saluut.
Seperti itulah sepenggal perjalanan bersama sahabat yang tak mudah terlupakan, tiada kebahagiaan yang bisa dicapai kecuali kita menjalaninya dengan ikhlas dan bersama-sama disertai penuh rasa tanggung jawab terhadap sesama. Sohib...dimanapun kita berada sekarang tali silaturahmi dan persahabatan kita akan selalu terus mengikat seperti simpul mati dalam teori tali temali PRAMUKA dan akan selalu kuat seperti tandu/blankar pada perlengkapan PMR.
................................
Pagi tlah tiba kami pun bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan, tujuannya adalah kawah gunung galunggung dan air terjun. Mengambil jalur kanan bibir kawah kami menyusuri terjalnya medan, tanpa terasa kurang lebih satu jam perjalanan kami sampai di kawah gunung galunggung, tenda pun langsung dipasang dan kegiatan masak-memasak pun tidak ditunggu lama lagi, kompor kecil milik "mang acing" plus parafin serta mie instan dan beras langsung digelar.
kawah galunggung (sekarang) |
kawah galunggung (1996) |
Informasi yang masih menempel di memori saya setelah pendakian itu sampai sekarang adalah ada sebagian sohib yang masih suka mendaki, termasuk saya pribadi, dimulai dari saya ketika Aliyah pernah mendaki gunung papandayan dan gunung cikurai di garut. Iyus "Babeh" mendaki beberapa gunung di daerah Serang dan Cilegon kalau tidak salah gunung karang namanya, sedangkan sohib yang satu lagi memang keranjingan sama kegiatan tersebut, ialah Acep "mang acing" dia sengaja masuk SMA 2 Tasikmalaya karena ingin menjadi anggota PA Napak Rimba dan ternyata memang terbukti, sejak itu sohib yang satu ini sering "naik" ke tempat-tempat yang tinggi, maaf kalo salah fren, gunung di pulau jawa sudah di"naikin" semua plus gunung rinjani di Lombok NTB...saluut.
Seperti itulah sepenggal perjalanan bersama sahabat yang tak mudah terlupakan, tiada kebahagiaan yang bisa dicapai kecuali kita menjalaninya dengan ikhlas dan bersama-sama disertai penuh rasa tanggung jawab terhadap sesama. Sohib...dimanapun kita berada sekarang tali silaturahmi dan persahabatan kita akan selalu terus mengikat seperti simpul mati dalam teori tali temali PRAMUKA dan akan selalu kuat seperti tandu/blankar pada perlengkapan PMR.
................................